Setelah wira-wiri cari informasi tentang dunia mini dan supermarket, akhirnya, Trias dan suami memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Berbekal ilmunya, alumni UNS Fakultas Ekonomi ini nekat membuka Family 19 Mini market. Walau modal pas-pasan, tantangan bukan hambatan.
“Kami benar-benar dari nol. Pertama kali yang kami lakukan adalah mendatangi beberapa supermarket dan minimarket untuk bertanya, bagaimana caranya membuka usaha seperti mereka. Dari sana muncul dua wacana. Pertama, membuka usaha melalui franchise. kedua, usaha dengan buka sendiri alias wiraswasta murni”, ungkap trias.
Seribu jalan menuju sukses. Demikian pendapat trias dalam hal membangun usahanya. Meskipun semuanya dari nol, ia berusaha keras menciptakan cara-cara baru untuk meraih keuntungan melalui minimarket yang ia bangun.
“kami menganggap bahwa yang ada dihadapan kami adalah tantangan yang menarik untuk segera diselesaikan. Resiko selalu ada, tetapi bagaimana dapat diminimalis, atau bahkan dihindari”, kata ibu satu anak ini.
Karena semua tergolong baru, manajemen karyawan pun, bagi trias juga hal yang baru pula. Dalam hal ini ia mengaku banyak belajar dari teman seniornya di salah satu supermarket di solo.
“manajemen SDM adalah salah satu hal tersulit yang kami alami. Walaupun karyawan baru sedikit, 6 orang, sebagai pengelola, kami memiliki sistem untuk memaksimalkan tenaga, sehingga tidak mubadzir”, aku istri indro ini.
Lemahnya manajemen, mengakibatkan banyak barang hilang. Barang habis terjual tetapi omset tidak juga bertambah. Makannya kita terus belajar dan belajar, baik kepada buku maupun belajar kepada mereka yang lebih berpengalaman.
Menurutnya, walaupun family market belum punya nama, ia cukup bangga dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Terbukti, dari sekian banyak pelanggannya merupakan masyarat sekitar tempat tinggalnya.
Family minimarket mengalami kenaikan omset secara alami. Mulai dari nol rupiah, omset family market saat ini mencapai 75 juta hingga 100 juta dalam satu bulan. Yang menurut trias merupakan jumlah yang wajar dilihat dari barang yang ada.
“biar semua berjalan alamiah saja. Omset yang penting meningkat dari bulan ke bulan selanjutnya”jelas trias.
Sudah 4 tahun family market melayani masyarakat. Sudah 4 tahun pula family market belajar untuk sukses. Kedepan, trias berharap, family dapat berkembang dengan baik secara alami. Dan dapat diduplikasi kedaerah-daerah lain.
Sumber : Majalah Hadila
Read More......
Senin, 20 April 2009
Saptuari, Owner Kedai Digital
Bermula dari sebuah kios sederhana 2x7 meter yanga didapat dari menggadaikan rumah dan motor, kini Kedai Digital – usaha yang bergewrak dalam bisnis merchandise – telah memiliki 20 cabang di 14 kota. Bisnis tersebut didirikan sejak 28 Maret 2005, di sebuah kios kecil di daerah Demangan Yogyakarta. Kedai ini memiliki konsep foto Digital yang kemudian dijadikan merchandise pribadi.
Menurut lelaki yang akrab dipanggil Mas Saptu ini, bisnis yang kini ia geluti bermula dari pengamatannya terhadap orang-orang yang berebut barang-barang sederhana yang bergambar artis. “Saya terus berfikir… kenapa sih benda yang sederhana itu menjadi unik ketika ada embel-embel brand tertentu di dalamnya”, ungkapnya. Dari situlah kemudian ia menemukan konsep bisnis “merchandise pribadi”, atau selanjutnya ia beri branding “merchandise untuk semua!”. Menurutnya, dengan begitu semua orang berhak punya merchandise sendiri tanpa terlebih dahulu menjadi seorang artis terkenal.
Jika kebanyakan orang memulai usaha dari nol, lain halnya dengan Saptuari. Ia justru memulai usaha dari minus. Sebab, modal 28 juta yang ia dapatkan dari hasil hutang di bank, ternyata hanya cukup untuk sewa tempat ukuran 2x7 meter bekas kandang becak, yang dindingnya triplek, atapnya seng bocor, dan tidak ada WCnya. Tapi meski begitu, bagi Saptu The Show must go on. Dengan bermodal rasa optimis dan keyakinan bahwa usaha ini akan berjalan, ia tetap tekun menjalaninya. “Tuhan Maha Kaya, masak sih kita yang usaha yang berdarah-darah gak dikasih rejeki”, paparnya. Jika dulu awalnya hanya beromset 9 juta-an per bulan, tapi kini bisa mencapai 200-300 juta/bulan. Itu pun hanya berasal dari 9 cabang yang ada di Yogyakarta saja. “Tuhan memang benar-benar Kaya, kami hanya menjalankan titipan-Nya saja untuk dikelola sebaik-baiknya”, ujarnnya merendah.
Memilih nama harus unik
Di awal-awal bisnis ini berlangsung tidak lantas memakai branding Kedai Digital, tetapi sempat beberapa kali berganti nama. Sebelum memperoleh nama Kedai Digital, sempat didesain dengan nama Rumah Poster, Poster factory, Pojok Digital, Warung Digital, dan lain-lain. Sampai akhirnya menemukan nama KEDAI DIGITAL. Mengenai alasan pemilihan nama, Saptu memiliki alasan tersendiri. “Memilih nama usaha memang kalo bisa yang unik, gak norak, dan gak gampang ditiru. Kalo sudah nama usaha kita daftarkan di Dirjen HAKI, biar jadi merk resmi, sehingga tidakj sembarangan bisa ditiru orang,” jelasnya.
Ketika ditanya mengapa memilih bisnis merchandise, Saptu mengatakan bahwa bisnis ini memiliki keterkaitan erat dengan bisnis lain. “Semua perusahaan butuh branding untuk mempromosikan produknya,” jelasnya. Apalagi dalam perkembangan dunia usaha di era global saat ini. Selain itu, lanjutnya, KedaiDigital mempunyai segmen pasar yang unik, yaitu anak muda.
Dalam strategi pengembangan bisnis, Kedai Digital mengembangkan sistem Kemitraan dengan sistem BO (Business Opportunity). Sistem ini berupa peluang bisnis yang bisa dijalankan dan diduplikasi di banyak tempat. ”Kami buktikan sistem bisnis ini sukses di Yogyakarta, harusnya kalo diduplikasi ditempat lain dengan sistem yang sama maka suksesnya juga sama”. Saptu juga menerangkan bagi siapa saja ingin menerapkan sistem ini. ”Bagi yang berminat memiliki cabang kedai digital file kerjasama bisa di download di www.kedaidigital.com.” Dengan Sistem BO biaya yang dibayarkan kepada kami diawal hanya 33 juta, sedangkan modal keseluruhan dengan tempat, komputer dll sekitar 80 juta. ”Target Balik modal sekitar 1,5 - 2 tahun,” tambahnya.
Berani mengambil resiko
Saat diminta jawabannya mengenai sifat yangh harus dimiliki dari seorang pengusaha, ia hanya menekankan bahwa kita tidak boleh takut akan resiko. ”Berani mengambil resiko,, tidak takut gagal, selau berfikir positif, dan selalu memiliki ide-ide baru.” selain itu, lanjutnya, seorang pengusaha tidak boleh mudah menyerah. Baginya, sebagai seorang pengusaha harus yakin bahwa pilihan hidupnya bukan hanya sekedar mencari materi saja, tapi benar-benar bagian dari ibadah. Apalagi jika kita bisa menjadi jalan rejeki untuk orang lain. ”InsyaAllah kalo kita niatnya sudah lurus, semua akan dimudahkan oleh-Nya.”
Terakhir, Saptu juga memberikan pesan kepada para pengusaha agar bersemangat dalam usahanya masing-masing. ”Mulailah Action dan jangan kebanyakan mikir. Jalankan usaha kita. Yakinlah kalau Tuhan Maha Kaya yang menjamin rejeki kita.
”Semut saja setiap hari dapat makan, Gajah yang tidak sekolah bisa gemuk. Allah sudah memberi hati dan pikiran pada kita, maka dari itu kita harus memaksimalkan kemampuan untuk mencari rizki-Nya. Jangan Takut gagal, karena jika kita takut gagal berarti kita juga takut sukses, Jangan pernah malu berwirausaha.”
Maju terus wirausaha Indonesia!!!!
Saptuari S.
Direktur Kedai Digital
Sumber : Produkmuslim.com
Read More......
Menurut lelaki yang akrab dipanggil Mas Saptu ini, bisnis yang kini ia geluti bermula dari pengamatannya terhadap orang-orang yang berebut barang-barang sederhana yang bergambar artis. “Saya terus berfikir… kenapa sih benda yang sederhana itu menjadi unik ketika ada embel-embel brand tertentu di dalamnya”, ungkapnya. Dari situlah kemudian ia menemukan konsep bisnis “merchandise pribadi”, atau selanjutnya ia beri branding “merchandise untuk semua!”. Menurutnya, dengan begitu semua orang berhak punya merchandise sendiri tanpa terlebih dahulu menjadi seorang artis terkenal.
Jika kebanyakan orang memulai usaha dari nol, lain halnya dengan Saptuari. Ia justru memulai usaha dari minus. Sebab, modal 28 juta yang ia dapatkan dari hasil hutang di bank, ternyata hanya cukup untuk sewa tempat ukuran 2x7 meter bekas kandang becak, yang dindingnya triplek, atapnya seng bocor, dan tidak ada WCnya. Tapi meski begitu, bagi Saptu The Show must go on. Dengan bermodal rasa optimis dan keyakinan bahwa usaha ini akan berjalan, ia tetap tekun menjalaninya. “Tuhan Maha Kaya, masak sih kita yang usaha yang berdarah-darah gak dikasih rejeki”, paparnya. Jika dulu awalnya hanya beromset 9 juta-an per bulan, tapi kini bisa mencapai 200-300 juta/bulan. Itu pun hanya berasal dari 9 cabang yang ada di Yogyakarta saja. “Tuhan memang benar-benar Kaya, kami hanya menjalankan titipan-Nya saja untuk dikelola sebaik-baiknya”, ujarnnya merendah.
Memilih nama harus unik
Di awal-awal bisnis ini berlangsung tidak lantas memakai branding Kedai Digital, tetapi sempat beberapa kali berganti nama. Sebelum memperoleh nama Kedai Digital, sempat didesain dengan nama Rumah Poster, Poster factory, Pojok Digital, Warung Digital, dan lain-lain. Sampai akhirnya menemukan nama KEDAI DIGITAL. Mengenai alasan pemilihan nama, Saptu memiliki alasan tersendiri. “Memilih nama usaha memang kalo bisa yang unik, gak norak, dan gak gampang ditiru. Kalo sudah nama usaha kita daftarkan di Dirjen HAKI, biar jadi merk resmi, sehingga tidakj sembarangan bisa ditiru orang,” jelasnya.
Ketika ditanya mengapa memilih bisnis merchandise, Saptu mengatakan bahwa bisnis ini memiliki keterkaitan erat dengan bisnis lain. “Semua perusahaan butuh branding untuk mempromosikan produknya,” jelasnya. Apalagi dalam perkembangan dunia usaha di era global saat ini. Selain itu, lanjutnya, KedaiDigital mempunyai segmen pasar yang unik, yaitu anak muda.
Dalam strategi pengembangan bisnis, Kedai Digital mengembangkan sistem Kemitraan dengan sistem BO (Business Opportunity). Sistem ini berupa peluang bisnis yang bisa dijalankan dan diduplikasi di banyak tempat. ”Kami buktikan sistem bisnis ini sukses di Yogyakarta, harusnya kalo diduplikasi ditempat lain dengan sistem yang sama maka suksesnya juga sama”. Saptu juga menerangkan bagi siapa saja ingin menerapkan sistem ini. ”Bagi yang berminat memiliki cabang kedai digital file kerjasama bisa di download di www.kedaidigital.com.” Dengan Sistem BO biaya yang dibayarkan kepada kami diawal hanya 33 juta, sedangkan modal keseluruhan dengan tempat, komputer dll sekitar 80 juta. ”Target Balik modal sekitar 1,5 - 2 tahun,” tambahnya.
Berani mengambil resiko
Saat diminta jawabannya mengenai sifat yangh harus dimiliki dari seorang pengusaha, ia hanya menekankan bahwa kita tidak boleh takut akan resiko. ”Berani mengambil resiko,, tidak takut gagal, selau berfikir positif, dan selalu memiliki ide-ide baru.” selain itu, lanjutnya, seorang pengusaha tidak boleh mudah menyerah. Baginya, sebagai seorang pengusaha harus yakin bahwa pilihan hidupnya bukan hanya sekedar mencari materi saja, tapi benar-benar bagian dari ibadah. Apalagi jika kita bisa menjadi jalan rejeki untuk orang lain. ”InsyaAllah kalo kita niatnya sudah lurus, semua akan dimudahkan oleh-Nya.”
Terakhir, Saptu juga memberikan pesan kepada para pengusaha agar bersemangat dalam usahanya masing-masing. ”Mulailah Action dan jangan kebanyakan mikir. Jalankan usaha kita. Yakinlah kalau Tuhan Maha Kaya yang menjamin rejeki kita.
”Semut saja setiap hari dapat makan, Gajah yang tidak sekolah bisa gemuk. Allah sudah memberi hati dan pikiran pada kita, maka dari itu kita harus memaksimalkan kemampuan untuk mencari rizki-Nya. Jangan Takut gagal, karena jika kita takut gagal berarti kita juga takut sukses, Jangan pernah malu berwirausaha.”
Maju terus wirausaha Indonesia!!!!
Saptuari S.
Direktur Kedai Digital
Sumber : Produkmuslim.com
Read More......
Langganan:
Postingan (Atom)