Kamis, 12 November 2015

CARA BUDIDAYA CACING TANAH

Selamat datang di blog sederhana kami. Dalam kesempatan ini kami akan berikan narasi singkat beberapa hal penting bagi para pemula yang ingin memulai budidaya cacing tanah Lumbricus Rubellus.

Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan dalam budidaya cacing.
1. BIBIT CACING
Bibit yang unggul sangat mempengaruhi eksistensi bisnis ini. Banyak para pemula yang tertipu dengan bibit-bibit kategori afkiran. Alhasil perkembangan cacing tidak maksimal panenpun akhirnya gagal.
Ada tiga jenis cacing berdasar urutan harga jual yang bagus, pertama Lumbricus Rubellus, kemudian Tiger Worm, yang terakhir ANC (penjelasan ketiga jenis ini ada di pembahasan postingan sebelumnya). Ketiga jenis tersebut sangat umum menjadi komoditi budidaya. Setiap pemesanan bibit memang pada umumnya barang yang diterima pasti tercampur, namun usahakan pesan ke penjual bibit untuk 80% komoditas terbanyak jenis Lumbricus Rubellus.
Berapa harga bibit per kg? Tentunya itu kembali lagi tergantung kualitas bibit. Namun untuk pasaran umum, bibit dijual kisaran 60rb-80rb/kg. Belum termasuk biaya kirim jika lokasi pemesan luar kota. Berbeda dengan budidaya lainnya, budidaya cacing untuk pembelian bibit hanya perlu dilakukan sekali saja, karena dalam perjalanannya nanti bibit akan tercipta sendiri sebagai hasil pengembangan bibit pertama. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit yaitu, usahakan pemesanan bibit untuk ukuran cacing campur antara yang anakan remaja dan dewasa.
2. MEDIA
Setelah mendapatkan bibit, kita perlu mempersiapkan media untuk rumah cacing. Beberapa media yang bagus dalam budidaya cacing adalah,
a. Chocopet (ampas kelapa)
b. Ampas Aren
c. Limbah boglog jamur
d. Gergajen
e. Gedebog pisang
f. Kotoran hewan
urutan tersebut tidak menandakan sebagai urutan paling bagus atau tidaknya sebuah media karena pada dasarnya media apa saja bisa digunakan asal organik tidak mengandung bahan kimia dan yang terpenting mudah di dapat di lingkungan sekitar kita tinggal.
3. PRASARANA MEDIA
Banyak contoh prasarana media yang digunakan dalam berbudidaya cacing. Ada yang membuat jedingan, rak bambu/kayu, kotak buah, kotak telor dll. Namun jika melihat efisiensi lahan, kami menyarankan buatlah model rak bambu/kayu dengan susunan 4 rak. Namun kembali lagi semua itu hanya contoh sebagai pilihan, selebihnya lahan yang tersedia di lingkungan andalah yang perlu diberdayakan. Prasarana apapun bisa dimanfaatkan, karena yang terpenting adalah medianya nyaman buat cacing.
4. PAKAN
Taukah anda, bahwa cacing adalah hewan pengurai paling handal. Oleh karenanya makanan yang disukai cacing adalah bahan organik yang mampu diuraikannya seperti limbah buah dan sayur, ampas tahu, limbah dapur atau apa saja yang mampu diuraikan boleh menjadi pilihan pakan.
Bagaimana cara pemberian pakan? Pakan dapat diberikan langsung atau dilakukan langkah fermentasi terlebih dahulu selama 2 hari. Jika tekstur pakan sudah lunak, tidaklah perlu difermentasi namun jika pakan terlalu keras, buatlah lunak dengan cara di giling atau difermentasi. Pemberian pakan idealnya dilakukan rutin 2 atau 3 hari sekali. Banyak tidaknya dalam pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan cacing.
5. PERAWATAN
Banyak kegagalan dari sebagian besar peternak cacing adalah ketidak sabaran dalam melakukan perawatan. Meskipun terdengar ringan dalam perawatan cacing, namun hal ini menjadi penting karena sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan cacing.
a. Menjaga kelembaban media.
Sebagus apapun media, jika kondisi media terlalu kering/basah, ini dapat mengganggu kenyamanan cacing. Usahakan monitoring kelembaban pada saat kasih pakan. Jika terlalu kering lakukan penyemprotan dan jika terlalu becek, media cukup dibalik saja.
b. Menjaga ketersediaan pakan.
Jangan biarkan cacing anda kelaparan, monitoring jika pemberian pakan 3 hari sekali dianggap kurang, kerjakan menjadi 2 hari sekali.
c. Hidarkan dari hama.
Ada dua jenis hama yang perlu kita jaga, yaitu hama sebagai kompetitor dan berbagi media dan hama sebagai pedator. Untuk hama pengganggu memang tidak berpengaruh terhadap kuantitas cacing, namun dapat menghambat perkembangbiakan cacing, karena hama ini berebut untuk pakan dan berbagi tempat dimedia untuk habitatnya masing-masing. Sementara untuk hama predator seperti unggas, tikus, katak, kadal. Hama predator berbahaya untuk kelangsungan budidaya mengingat komoditas utama yang diserang.
d. Pemisahan indukan
Selain monitoring hama, hal yang perlu kita lakukan rutin adalah pemisahan setiap sebulan sekali. Jadi setiap cacing yang telah berusia sebulan dari pertama tebar, harus kita pisah menjadi dua. Hal tersebut perlu dilakukan agar dalam satu kelompok media tidak di huni cacing dalam jumlah yang padat.
5. PANEN
Musim panen pada umunya dilakukan 4 bulan setelah tebar bibit. Berapa jumlah yang mampu di panen, jika kalkulasi tebar bibit awal 10 kg, maka dalam waktu 4 bulan mampu panen ±1 kwintal. Harga jual untuk panen pada umumnya di kisaran ±20rb - 30rb/kg (penjualan ke pengepul sentra budidaya cacing malang). Jika anda memilki pasar sendiri tentunya harga jual akan jauh lebih tinggi.
Demikian sekilas tentang budidaya cacing tanah. Semoga ulasan ini dapat membantu khususnya bagi pemula yang berkeinginan memulai budidaya cacing Lumbricus.
Jika ada hal-hal yang masih belum dipahami atau sekedar konsultasi, silahkan hubungi kami, kami siap berbagi pengalaman.
Terima kasih

Read More......

Sabtu, 30 Oktober 2010

Mereka yang Sukses "from Emperan to Empire"

Ada pepatah, "Kesuksesan lahir dari keberanian mengalahkan ketakutan". Mungkin idiom ini yang menjadi pecutan bagi Fachrur Rozi dan Fadli hingga berani memulai sebuah usaha yang berawal dari modal Rp 100.000 hasil "bantingan" bersama. Kini, Rozi dan Fadli sudah menangguk hasil dari perjuangannya dalam waktu dua tahun ini. Dari Rp 100.000, dalam satu tahun saja, omzetnya sudah mencapai Rp 1 miliar. Bahkan, saat ini dalam sebulan sedikitnya berhasil mencapai transaksi hingga Rp 600 juta. Usaha apa, sih, mereka?

Berawal dari modal Rp 100.000, Rozi dan Fadli memulai usaha membuat sandal-sandal yang imut dan lucu. Mereka menyebutnya "imucu". Bentuknya macam-macam, ada hewan dan buah-buahan. Awalnya mereka mencari agen dengan melakukan promosi di emperan. "Makanya, tagline yang menjadi semangat kami sekarang, from emperan to empire. Karena tadinya kami usaha di emperan, sekarang sudah jadi empire," kata Rozi, yang menangani bidang pemasaran, kepada Kompas.com saat ditemui di ajang Pekan Wirausaha di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Minggu (11/4/2010).

Kesuksesan mereka tak hadir begitu saja. Sebelum memulai bisnis sandal-sandal lucu, Rozi dan Fadli masing-masing pernah mencoba berbagai bidang usaha. Mulai dari usaha roti bakar hingga mi ayam. Saat itu mereka juga masih berstatus sebagai karyawan di sebuah perusahaan. "Dari yang semula hanya berdua, sekarang kami sudah punya karyawan 50 orang dan punya tim kreatif sendiri. Ceritanya, saya dan Fadli lagi sama-sama jatuh, punya utang banyak karena bisnis yang kami coba gagal. Tapi, saat itu masih kerja. Penghasilan bulanan hanya buat nutup utang. Akhirnya, kami menemukan sebuah produk, uang Rp 100.000-lah dipakai untuk buat prototipe sandalnya," kisah Rozi.

Kemudian, lanjut Rozi, mereka mengambil celah berpromosi dalam sebuah pameran franchise di Surabaya, Jawa Timur. Lebih dari 500 brosur mereka bagikan di area parkir lokasi pameran. "Sampai kami kejar-kejaran sama anggota satpam karena yang ikut pameran aja bayarnya Rp 30 juta. Kami enggak bayar, kok, seenaknya promosi, mungkin dilihat seperti itu. Akhirnya, dari hasil promosi, kami mendapatkan 10 agen," katanya.

Setiap agen harus membeli paket seharga Rp 250.000. Uang sebesar Rp 2,5 juta dari 10 agen inilah yang digunakan Rozi dan Fadli untuk memproduksi sandal lucu. Dari situ, order yang mereka terima semakin tinggi. Dalam satu tahun pertama, usaha mereka praktis tanpa saingan sehingga bisa mencapai pemasukan Rp1 miliar dalam satu tahun pertama. "Tapi, dalam tiga bulan pertama kami enggak dapat apa-apa. Semua keuntungan diputar lagi jadi modal. Bulan keempat baru kami berpikir bahwa tenaga yang kami sisakan sepulang kantor untuk mbungkusin produk juga harus dihargai. Akhirnya, ya, kami ambil keuntungan dibagi Rp 600.000 per orang. Berikutnya berlipat ganda," ujar Rozi.

Setelah melihat perkembangan bisnis yang pesat, Rozi dan Fadli mengambil keputusan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dan fokus menekuni usaha. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah memproduksi kaus-kaus lucu bagi anak-anak dan produk sandal jepit unik bagi remaja. Untuk sandal lucu, setiap agen bisa membeli 150 pasang sandal dengan modal Rp 2 juta. Sementara paket reseller, 15 pasang dengan modal Rp 250.000.

Kini, semua usaha itu juga dipasarkan secara online melalui beberapa situs web, di antaranya www.rajasendal.com dan www.myjapit.com. "Memulai bisnis itu jangan takut, tapi juga jangan ngawur. Sekali dua kali mungkin gagal, tetapi jangan berhenti. Biasanya mereka yang gagal berbisnis karena mereka berhenti untuk mencoba lagi. Memulai usaha itu tidak selalu dengan modal besar," kata Rozi.

Read More......

Jumat, 29 Oktober 2010

Karena Ingin Jadi Presiden Direktur

"Saya ingin mandiri dan menjadi presiden direktur," kenang Wuryanano saat memutuskan keluar dari pekerjaan sebagai Manager Divisi di perusahaan nasional pada 1989. Kini, ia tak sekadar menjadi presiden direktur tapi sekaligus pemilik dari sederet perusahaan.

Saat mulai memutar roda bisnis di bidang peternakan, usahanya mengalir lancar dan tak ada aral yang berarti. Bisnis ayam petelur dan ayam potong digelutinya selaras dengan keahliannya. Perusahaan peternakan bernama PT Swastika Prima International itu baru mengadapi tantangan besar saat badai krismon menerpa Indonesia. "Saat itu saya terlalu ambisius dalam mengembangkan usaha saya," ungkap Wuryanano yang menjelaskan permintaan pasar belum mampu menyerap produksi ternaknya. Kerugian Rp 5 miliar pun ia ikhlaskan.

Tapi tak ada istilah patah arang bagi Wuryanano. Dengan menggandeng empat rekanan bisnis, ia membesarkan kembali peternakan miliknya. Justru dengan memiliki rekanan bisnis, ia tak harus kerap nongkrongi peternakan. Ia malah lebih leluasa mengembangkan bisnisnya yang lain.

Lahan peternakannya kini makin lapang dengan menempati tanah 50 hektar di kota Blitar. Kandang-kandangnya selalu riuh oleh suara kotek 350.000 ayam petelur dan 400.000 ayam potong. Peternakan itu juga menjadi sumber rezeki bagi 350 karyawannya yang mayoritas mengenyam bangku sekolah dibawah SMU.

Hasil peternakannya yang bejibun itu tak ada yang tersisa. Para agen sudah antri dengan permintaanya masing-masing. "Bahkan agen baru yang ingin membeli produksi ternak saya tolak karena permintaan membludak," jelas Wuryanano.

Bisnis Wuryanano tak sebatas telur dan daging ayam, tapi juga mengepakkan sayap bisnisnya di bidang merchandising, souvenir, supermarket, garmen, butik dan lembaga pendidikan. Serta yang paling bontot adalah bisnis kue camilan yang nantinya akan diproyeksikan menjadi pabrik kue camilan.

Keberhasilannya menjadi seorang entrepreneur kerap membuatnya prihatin akan kualitas lulusan sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. "Keliru besar jika dunia pendidikan terlalu banyak materi sehingga menjadi tidak fokus pada ilmu apa yang dibutuhkan," paparnya. "Akibatnya, saat lulus kuliah, banyak yang nggak ngerti bagaimana cara bekerja".

Berbekal keinginan agar lebih banyak menelorkan entrepreneur dan profesional, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Profesi Swastika Prima Community College Surabaya. Lembaga pendidikan yang menerima mahasiswa sejak 2001 silam itu telah mewisuda lebih dari 1.000 orang. Ia tak ingin lembaga pendidikannya mencetak pengangguran seperti yang kerap dilihatnya.

"Saya tidak akan meluluskan mahasiswa yang belum menjadi entrepreneur atau yang sudah bekerja," jelas Wuryanano. Artinya, sebelum lulus, mereka telah mengantongi penghasilan. Baik menggawangi usaha sendiri atau setidaknya menjadi profesional di suatu perusahaan.

Keberhasilannya berbisnis mendapat perhatian pihak lain. Ia diganjar penghargaan ISMBEA (Indonesia Small & Medium Business Entrepreneur Award) 2008 sebagai entrepreneur yang berhasil menggerakkan sektor riil dengan inovatif. "Saya melihat penghargaan ini sebagai peringatan karena setelah sekian tahun berbisnis, saya tetap saja menyandang predikat sebagai pengusaha kecil," ujar Wuryanano sambil tertawa. Tapi ia mengakui, senang rasanya memperoleh penghargan itu.

Pengusaha yang saat senggang gemar mengajak istri dan kedua anaknya wisata alam ini, resep bisnisnya cukup unik. "Berusahalah untuk bisa memiliki pegawai sebanyak-banyaknya. Dan jangan lupa mengayomi kesejahteraan mereka," pesan Wuryanano. Kini total karyawannya lebih dari 500 orang dan terus bertambah. Tentu dengan bertambahnya karyawan, kapasitas bisnis akan lebih leluasa melebarkan sayap.

Read More......

Dari Karyawan Jadi Pengusaha

Bermula dari usaha jasa fotokopi, ketrampilan dan bakat lelaki kelahiran 21 Mei 1975 ini mulai terasah. Didorong oleh kebutuhan keluarganya yang terus meningkat, ia mencari peluang membuka usaha sendiri, dibantu seorang kenalannya di Kantor Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Tangerang, ia membuka usaha jasa fotokopi.

Berbekal tabungan senilai Rp 500 ribu ditambah dengan pinjaman dari beberapa temannya sebesar Rp 15 juta, terbeli mesin fotokopi dan berbagai kebutuhan lain, sementara untuk operasional sehari-hari, Arta Prima, begitu Yulianto menamai usahanya, masih mengandalkan pinjaman temannya.

Seiring perjalanan waktu, usaha Yulianto pun terus berkembang. Terlebih di kompleks Depdiknas, Arta Prima merupakan satu-satunya usaha fotokopi yang menangani hampir sebagian besar penggandaan surat ataupun dokumentasi lain di departemen itu. Hal ini menaikkan omset penjualannya sampai Rp 5-10 juta dalam sebulan. Kepercayaan yang sama dari Telkomsel dan Indosat juga untuk menggandakan materi pelatihan dan berbagai kebutuhan lain yang berhubungan dengan masalah percetakan pun dapat diraihnya.

Untuk mengatasi beban kerja, selain merekrut pegawai, di awal tahun 2003 itu ia mulai mengajukan kredit mikro ke BNI Cabang Palmerah, Jakarta sebesar Rp 50 juta, yang sedianya akan dipakai untuk membeli dua mesin fotokopi dan perlengkapan lain. Hanya dalam tempo tiga hari, modal usaha yang dibutuhkan disetujui, karena dinilai cukup layak (omset Yulianto cukup besar untuk ukuran pengusaha kecil, keberadaan Depdiknas sebagai pelanggan tetap, membuat resiko usahanya lebih kecil) untuk diberikan pinjaman, dengan masa pelunasan selama tiga tahun.

Sementara untuk memperluas pasar ia juga membuka cabang. Pada awal 2006 dengan total dana sebesar Rp 15 juta, ia membuka cabang di daerah Mampang, Jakarta Selatan, sekaligus menambahnya dengan penyewaan komputer. Ekspansi ini berhasil meningkatkan omzet dan kualitas layanannya, baginya pelayanan dan hasil terbaik, adalah kunci utama mempertahankan pelanggan.

Bantuan yang diberikan BNI, mendorong Yulianto untuk mengajukan kredit baru (walaupun omset penjualannya sudah menyentuh angka Rp 30 juta sebulan) guna membeli mesin lagi. Semuanya dilandasi kepercayaan bahwa ekspansi usaha adalah jalan terbaik untuk memperbesar bisnisnya.

Sumber : Tangan Di Atas

Read More......

Senin, 14 September 2009

Subhash Chandra, Konglomerat India yang Tidak Lulus SMA

Subhash Chandra merupakan salah satu konglomerat India. Dia adalah pendiri salah satu perusahaan kemasan terbesar di dunia, Essel Propack Limited. Chandra yang tak lulus dari bangku sekolah menengah atas itu juga terkenal sebagai Raja Media India karena merupakan pendiri sekaligus pemilik jaringan televisi satelit Zee TV. Majalah Forbes edisi Maret 2009 menempatkan Chandra di urutan 647 orang terkaya dunia dengan kekayaan mencapai 1,1 miliar dollar AS.

Di industri pertelevisian India, nama Subhash Chandra terbilang kondang. Maklum, ia adalah pendiri sekaligus pemilik stasiun televisi satelit swasta pertama India, Zee TV. Zee TV kini merupakan saluran televisi berlangganan terbesar dan paling populer di India, mengalahkan Sony Entertainment Television dan Star Plus.

Saluran Zee TV yang juga memiliki beberapa stasiun televisi lokal dalam beberapa bahasa daerah yang sampai saat ini memiliki 32 juta pelanggan di India. Bahkan, channel Zee TV juga merambah ke negara lain, seperti di Amerika Serikat (AS), Timur Tengah, Eropa, Afrika, Australia, dap Selandia Baru.

Chandra membangun kerajaan media miliknya tidak dalam sekejap. Ia mulai merintis bisnis televisi satelit dan mendirikan Zee TV sejak tahun 1992. Keputusannya terjun ke bisnis televisi kabel rupanya tak salah. Lewat Zee TV inilah bisnis media Chandra terus mengembang.

Penciuman bisnis Chandra yang tajam ini sudah terasah sedari muda. Chandra lahir di Hissar, kota kecil di sebelah utara India, pada 30 November 1950. Dia terlahir dari keluarga pedagang beras ternama di India. Sejak muda, dia memang sudah menaruh minat besar pada dunia bisnis. Bahkan, ia harus terdepak alias drop out dari bangku kelas 12 atau setara kelas 3 sekolah menengah atas (SMA) gara-gara lebih memilih mencari duit ketimbang menghabiskan waktu di bangku sekolah.

Chandra yang saat itu baru berusia 19 tahun, akhimya berketetapan sebagai pebisnis tulen di perdagangan beras. Naluri bisnis Chandra besar-benar terasah sewaktu mengurusi bisnis beras milik keluarganya itu. Dia berhasil mengembangkan bisnis beras tersebut sehingga bisa masuk ke dalam salah satu eksportir beras ternama di India.

Toh, ia tidak puas hanya berdagang beras. Chandra mulai mencoba-coba bisnis lain yang berpeluang mendatangkan untung lebih besar. la pun menjajal peruntungan bisnis minyak sayur. Chandra lantas membangun pabrik minyak sayur. Hanya dalam waktu singkat, minyak sayur buatan pabrik Chandra telah menguasai pasar. Dua tahun berdiri, omzet penjualan pabrik minyak sayur itu mencapai 2,5 juta dollar AS per tahun.

Perlahan bisnis Chandra mulai mengembang. Pada 1981, ia menerjuni bisnis kemasan. Chandra memperoleh ide bisnis kemasan itu setelah mendatangi pameran usaha pengemasan. Tanpa pikir panjang Chandra mendirikan Essel Packaging Limited. Chandra merupakan salah satu pionir bisnis pengepakan barang di India.

Essel Packaging makin menggurita setelah melakukan penggabungan usaha alias merger dengan perusahaan pengepakan asal Swiss bernama Propack AG. Pascamerger tersebut, perusahaan Chandra berganti nama menjadi Essel Propack Limited. Saat ini Essel Propack Limited merupakan salah satu perusahaan pengepakan terbesar di dunia.

Lewat Essel, bisnis Chandra mulai beranak pinak. Tahun 1988, Chandra membuat taman bermain dan taman rekreasi (theme park) terbesar di Asia bernama EsselWorld. Dunia fantasi dengan beragam wahana permainan tersebut berdiri di Mumbai dan menempati lahan seluas 64 hektar. Hebatnya lagi, EsselWorld merupakan taman bermain pertama di Asia yang menerapkan prinsip ramah lingkungan dan memenuhi standar internasional.

Agar pengunjung membanjiri taman hiburan itu, pada 1998 Chandra menambahkan wahana wisata air Water Kingdom di EsselWorld. Untuk mendesain Water Kingdom tersebut, Chandra memakai jasa arsitek asal Perancis, Jean Michel Rouls.

Membangun kerajaan televisi pertama di India

Meski tersohor sebagai tempat hiburan keluarga terbesar di Asia, EsselWorld ternyata tak terlalu banyak memberi keuntungan buat Subhash Chandra. Padahal, jumlah pengunjung EsselWorld rata-rata mencapai 10.000 orang per hari. Chandra memang kurang puas dengan kinerja EsselWorld. Namun, baginya EsselWorld menjadi pelajaran penting tentang bagaimana mengelola bisnis hiburan keluarga.

Pria ini kemudian melirik bisnis baru untuk menopang pertumbuhan bisnisnya. Kali ini penciuman Chandra mengendus bisnis televisi satelit. Chandra melihat ceruk bisnis ini masih sangat besar di India, apalagi waktu itu belum ada pengelola televisi satelit di India. Maka pada tahun 1992, Chandra meluncurkan saluran televisi berbahasa Hindi pertama, bernama Zee Television (Zee TV). Pengoperasian Zee TV ini mengejutkan masyarakat India karena waktu itu hanya bisa menikmati tayangan televisi terbatas dari saluran televisi milik pemerintah.

Saluran televisi satelit India pertama itu mulai tayang pada tanggal 2 Oktober 1992. Chandra menyewa transponder satelit AsiaSat milik Star TV, sebelum konglomerat media Rupert Murdoch mengambil alih Star TV.

Setahun kemudian, Chandra mendirikan perusahaan perfilman atau rumah produksi bernama Zee Telefilms Limited. Rumah produksi ini yang mengisi dan menyajikan konten siaran Zee TV. Ini merupakan bisnis terintegrasi Zee TV sehingga mereka tak perlu mengeluarkan ongkos besar untuk membeli program televisi.

Pada tahun 1995, Chandra memulai kerja sama dengan News Corp, raksasa media milik Murdoch. News Corp inilah yang memasok program Zee News untuk siaran berita, dan Zee Cinema yang menayangkan berbagai program film. Awalnya hubungan Chandra dengan Murdoch berlangsung mesra. Berkat kongsi dengan Star TV dan News Corp, jaringan Zee TV cepat membesar dan populer. Hanya dalam tempo kurang dari tujuh tahun, Zee TV menjadi jaringan televisi kabel paling populer di India. Bahkan, Zee TV kemudian menjadi salah satu jaringan televisi kabel top dunia yang memiliki jaringan di 120 negara dengan lebih dari 200 juta penonton.

Kerja sama Chandra dan Murdoch hanya bertahan lima tahun. Itu terjadi setelah perusahaan media Murdoch, News Corporation, mengambil alih Star TV. Pasca-akuisisi tersebut, Murdoch dan Chandra bersepakat mengakhiri kerja sama bisnis. Banyak analis yang menilai putusnya hubungan kerja sama itu menguntungkan kedua belah pihak. Satu sisi, Murdoch terlepas dari kontrak yang melarang Star TV membuat program yang serupa dengan program yang dimiliki Zee TV. Di sisi lain, Chandra semakin berpeluang untuk membesarkan Zee TV dengan tangan sendiri. Gara-gara pemutusan kerja sama itu Zee TV harus membayar kompensasi kepada Star TV senilai 150 juta dollar AS.

Namun, ada spekulasi lain yang muncul di balik pecahnya kongsi Zee TV dengan Star TV. Konon, hubungan kerja sama itu berakhir lantaran Murdoch terlalu mendikte Chandra bagaimana harus menjalankan bisnisnya.

Toh, Zee TV tidak limbung meski berpisah dengan Star TV. Malah, Chandra semakin tertantang untuk mengembangkan Zee TV. Chandra pun terus membuat gebrakan. Pada tahun 2000, Zee TV menjadi perusahaan televisi kabel pertama di India yang meluncurkan layanan internet melalui jaringan TV kabel.

Tak cuma itu, pada tahun 2003, Zee TV menjadi service provider pertama di India yang menyediakan layanan direct to home (DTH). Dalam waktu singkat Zee TV telah menjadi media besar dan kemudian malah menjadi kompetitor kuat Star TV. (Abdul Wahid Fauzie/Kontan)
Read More......

Putu, dari Laptop Pinjaman Sekarang Omzet Miliaran

Berawal dari sebuah ruangan dan laptop pinjaman seorang teman, Putu Sudiarta membangun penyebaran teknologi dengan cara unik ke seluruh Indonesia hingga mancanegara. Bahkan, PT Bamboomedia Cipta Persada di Jalan Merdeka, Denpasar, Bali, sebagai aktualisasi karyanya itu pun tak pernah sepi dari kunjungan mahasiswa sampai rekan bisnis kecil dan besar. Lalu, keunikan apa yang membuatnya beromzet miliaran rupiah sejak berdiri tahun 2002 lalu?

Putu Sudiarta yang berperawakan tinggi, kurus, dan berpenampilan sederhana ini pun langsung menunjuk ke sebuah lemari kaca di salah satu sudut ruangan rapat di kantornya. ”Ini adalah lemari sejarah perjalanan Bamboomedia,” katanya sambil tersenyum.

Di dalam lemari itu tersimpan beberapa disket, telepon rumah, brosur-brosur, CD, kabel internet, beberapa buku, serta sebuah hair dryer. Barang-barang tersebut yang mengawalnya menjadi dikenal di dunia teknologi informasi. Ia sendiri pun tak menyangka bisa sebesar sekarang dan banyak pebisnis dan puluhan mahasiswa teknik informatika dengan beberapa bus dari luar Bali mengunjunginya karena penasaran dengan siapa di balik Bamboomedia.

Bamboomedia Cipta Persada dikenal sebagai penghasil perangkat lunak (software) aplikasi komputer untuk perkantoran, pelajar, karyawan, perusahaan besar ataupun kecil, sampai ke anak-anak. Intinya, perusahaan ini hanya mementingkan pendidikan dan bagaimana aplikasi ini bisa menyebar secara benar, baik, mudah, dan murah tanpa batas.

Bayangkan, Putu Sudiarta hanya menjual CD aplikasinya itu mulai harga Rp 25.000 per keping dan kurang dari Rp 50.000 per keping. Tidak berhenti di situ, aplikasinya juga boleh diakses oleh siapa pun dari CD, hanya dengan mendaftar atau membayar sejumlah uang sesuai harga CD tanpa harus datang ke kantornya.

”Kami ingin siapa pun bisa mudah untuk belajar meski jaraknya jauh dari sini. Buktinya, kami memiliki pelanggan di daerah Papua yang hanya dengan mengirimkan pesan singkat untuk mendapatkan nomor registrasi dan transfer uang. Satu CD bisa dipakai berulang kali,” jelasnya.

Sebelum memutuskan pulang ke pulau kelahirannya, Bali, Putu Sudiarta menyelesaikan S-1 di Jurusan Informatika Stikom Surabaya, Jawa Timur, dan pernah bekerja di kota itu. Ia yang lahir dan besar dari keluarga cukup mampu ini mulai merasa iba ketika suatu saat menemui lingkungannya yang serba kekurangan, termasuk sulitnya siswa mengakses teknologi.

Dari pengalaman itu, Putu Sudiarta bertekad mencari cara bagaimana ilmu yang selama ini dia geluti juga bisa dinikmati oleh mereka yang minim bangku pendidikan.

Menurut dia, dunia akan terus berkembang. Namun, apa artinya jika ada bagian dari negara ini masih serba kekurangan hanya karena tak memiliki kemampuan menjangkau dan dijangkau dari perkotaan.

Ia pun bertekad pulang ke Bali. Selanjutnya bersama seorang adik dan seorang temannya, Putu Sudiarta menggalang kekuatan menembus pasar dengan menjual beberapa aplikasi yang sudah disusun secara mudah untuk dicerna dan diikuti tanpa merasa digurui.

Bermodalkan persis sama seperti di ”lemari sejarah”-nya, Putu Sudiarta yang gemar masakan Padang ini terus menggali potensi. Sejak tahun 2002 hingga sekarang, ia sudah menyabet beberapa penghargaan edukasi untuk produk-produknya.

Koleksi produknya pun sudah sekitar 108 produk. Omzetnya pun bisa jutaan rupiah dan pernah mencatat sampai Rp 1,6 miliar. Tapi menurut dia, lagi-lagi ini merupakan bagian dari perjalanan. Baginya, kegigihan menjadi salah satu motivasinya agar air itu pun terus mengalir.

Saat awal membangun Bamboomedia dia hanya berbekal laptop pinjaman untuk menembus pasar melalui Gramedia pada tahun 2003. ”Wah, kala itu bergaya sekali memamerkan aplikasi produk kami kepada pihak Gramedia di salah satu tokonya di Denpasar ini. Padahal, laptopnya pinjaman. Siapa yang tahu, kan?” ujarnya sambil sedikit berkelakar.

Menembus Microsoft

Mimpinya menembus pasar melalui Gramedia pun terkabul. Lalu bagaimana dia bisa pula menggaet Microsoft, perusahaan teknologi informasi besar itu?

Menurut Putu Sudiarta, itu lagi-lagi merupakan sebuah keberuntungan yang tak terkira. Dengan ilmu coba-coba, ia menelepon kantor Microsoft. Singkatnya, setelah diminta menghubungi ini dan itu, dia berangkat ke Jakarta dan lagi-lagi harus memperagakan produknya.

Ia berhasil. Microsoft bersedia menggaetnya sebagai salah satu vendor bisnis. Uniknya, banyak perusahaan bisnis besar yang telah ditembusnya selalu tak percaya dengan keberadaan kantor Bamboomedia yang hanya sebuah rumah sebelum menempati kantor besarnya di kawasan mewah Renon, Denpasar, sekarang ini.

Distribusinya pun terus berkembang hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. Termasuk sedikitnya 30.000 perusahaan kecil dan menengah yang sudah menggunakan produknya. Ini juga berawal dari kepedulian dan keprihatinannya terhadap pembajakan.

Bayangkan, jelasnya, para perusahaan kecil dan menengah ini bisa menjadi sasaran empuk dari mereka yang tidak punya hati dengan pembajakan atau permainan harga.

”Kasihan kan, perusahaan kecil dan menengah ini tak bisa maju hanya karena alasan membeli aplikasi untuk usahanya saja mahal sekali. Bisa sampai jutaan rupiah. Kami tidak menginginkan itu. Kami melayani dan memberikan aplikasi yang mudah dan murah agar bisa maju bersama. Bisa menghemat karena cuma dengan puluhan atau kurang dari satu juta rupiah, usaha tetap berjalan dengan aplikasi modern,” katanya. (AYU SULISTYOWATI)


Sumber : Kompas
Read More......

Jumat, 19 Juni 2009

Hutang Berlipat, Kekayaan Meningkat

Miming Pangarah memang pandai mengelola hutang sehingga omset perusahaannya mencapai puluhan miliar hanya dalam waktu dua tahun. Bagaimana?

Perasaan apa yang dialami oleh seseorang ketika berhutang pada bank? Malukah atau merasa khawatir tidak mampu membayar angsuran?. “Kedua perasaan itu pernah saya alami dua setengah tahun yang lalu,” kenang Miming Pangarah, pemilik perusahaan percetakan asal Bandung, Indoprint. “Bila sekarang, berapa pun besarnya jumlah hutang yang di tawarkan pasti saya akan ambil,” tukasnya. Pada tahun 2002 Miming hanyalah pengusaha biasa dan belum dikenal sukses seperti sekarang.

Baru setelah dia mendapatkan berkah dari ‘bermain hutang bank’ namanya berkibar khususnya di kalangan komunitas Entreprenur University (EU). “Saya belajar bagaimana caranya agar uang dapat bekerja untuk kita,” ungkapnya. “Sebelum ini, saya hanya mempunyai hutang sekian puluh juta, dan pada waktu itu saya hanya berfikir bagaimana caranya agar hutang saya lunas. Saya berbuat bagaimana menutupi hutang, ternyata itu adalah cara yang salah!” katanya.

Belajar dari pentolan EU, yakni Purdi E Chandra, ia baru paham di dalam menjalankan bisnis yang lebih tepat adalah bukan berusaha bagaimana agar hutang-hutang menjadi lunas, tetapi sebaliknya adalah bagaimana agar bisa mendapatkan hutang lebih besar dari utang tersebut. Maka ketika dia hanya memiliki hutang kecil, ia mengaku mesti bekerja menjaga toko mati-matian agar bisa menutup tanggungan angsuran bulanan. “Kebalikan dengan sekarang, besarnya bunga yang harus saya bayar per bulan kepada bank kira-kira Rp 60 juta, tetapi bukan saya yang membayar, karena keuntungan bisnis yang berjalan itulah yang menutup sendiri,” paparnya. Logikanya sederhana. Hitungan kasar bunga bank adalah sekitar 1,5% besarnya tiap bulan. Sedangkan profit yang didapatkan dari bisnis paling tidak adalah 5% dan bisa lebih. Dari situ besar bunga yang mesti ditanggung sudah tertutup masih ditambah sisa keuntungannya. Meski selisih hanya 3,5% itu sudah cukup besar bila dikalikan dengan jumlah hutang sebesar Rp 500 juta, misalnya.

Mengenai resiko kredit macet karena bisnis yang tidak bisa jalan atau merugi Miming menepis bahwa kemungkinan itu kecil terjadi asalkan pengusaha disiplin dalam mengelola manajemen keuangan. Prinsip yang harus dipegang bahwa menggunakan kuncuran kredit untuk keperluan konsumtif adalah tabu dilakukan. Ia mewanti-wanti bila orang sudah mulai berani menggunakan sekian ribu uang dari bank untuk di luar kepentingan bisnis, maka hal sembrono itu akan terus terulang dalam jumlah yang makin membesar. “Saya pastikan bahwa dia akan bangkrut,” ancamnya. Miming membenarkan bahwa masalah yang kerap dihadapi oleh pelaku usaha tingkat UKM ketika berhubungan dengan bank adalah tidak bisa meyakinkan pihak pemberi utang. Maka sejak awal hendak mengajukan keredit ia telah menerapkan pembukuan yang mengikuti standar berikut neraca dan rekening koran. “Laporan keuangan kita buat bagus sehingga bank percaya sama kita,” ujarnya. Soal agunan? Bukan masalah, karena aset yang di miliki itulah yang diagunkan, “Sehingga resiko tidak ada, karena paling-paling ruko saya yang diambil,” ucapnya enteng.

Saat ini ia mengaku sudah mempunyai lima buah ruko dan sedang membangun pabrik percetakan sendiri, di samping membuka usaha yang lain yaitu beberapa buah salon yang di waralabakan, BPR, usaha sablon, dan juga telah membeli franchise Primagama. Sehingga total asset yang di miliki adalah sekitar Rp 7 miliar yang dicapai hanya dalam tempo 2,5 tahun. Sedangkan total kredit mencapai sekitar Rp 3,5 miliar besarnya. “Ketika dulu saya takut sama bank, omset bisnis saya kira-kira cuma Rp 150 juta setahun, sekarang ketika saya berani menggunakan hutang bank omset saya sudah di atas 10 miliar setahun,” tuturnya mantap. Kredit dalam jumlah besar tentu saja tidak bisa diharapkan dengan serta-merta. “Saya juga mulai dari jumlah kecil,” ujarnya. Pertamakali mengajukan kredit senilai Rp 30 juta, kemudian meningkat seiring dengan pertambahan aset yang di hasilkan dari kucuran dana sebelumnya. “Maka perlu sekali untuk menjaga hubungan baik dengan tidak membuat kesalahan dengan bank,” imbuhnya. Meski jaringan usahanya sudah mulai menggurita bukan berarti pembicara aktif EU tersebut mesti sibuk mengurusi bisnis tiap hari. Sebaiknya dia leluasa menjalani aktifitasnya berkeliling sebagai pembicara ke berbagai kota di seluruh Indonesia baik di Jakarta, Cilegon, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Palembang, Padang, Denpasar dan lain-lain. “Saya adalah orang yang paling dicari setelah Pak Purdi,” katanya. Sedangkan urusan bisnis ia telah mempercayaksan pada SDM yang menangani secara profesional. “Saya menerapkan manajemen profesional termasuk untuk menggaji diri saya,” tuturnya. Ia ingin meyakinkan bahwa kalau dengan apa yang dilakukannya dia bisa melakukan loncatan seperti sekarang, tentu orang lain akan bisa pula.

Saya hanya ingin merubah pikiran banyak orang bahwa bisnis itu tidak mesti memakai uang, yang penting butuh keberanian,” tegasnya. Ditambahkan, “Ketika seseorang sudah memiliki niat untuk berbisnis, pikirkan bisnis jenis usahanya dan jalannya. Artinya tidak bisa hanya dengan berangan-angan tetapi sambil diam saja.”

Sumber: www.garagarapurdi.com

Read More......

  ©Template by Dicas Blogger.

TOPO