Berawal dari sebuah ruangan dan laptop pinjaman seorang teman, Putu Sudiarta membangun penyebaran teknologi dengan cara unik ke seluruh Indonesia hingga mancanegara. Bahkan, PT Bamboomedia Cipta Persada di Jalan Merdeka, Denpasar, Bali, sebagai aktualisasi karyanya itu pun tak pernah sepi dari kunjungan mahasiswa sampai rekan bisnis kecil dan besar. Lalu, keunikan apa yang membuatnya beromzet miliaran rupiah sejak berdiri tahun 2002 lalu?
Putu Sudiarta yang berperawakan tinggi, kurus, dan berpenampilan sederhana ini pun langsung menunjuk ke sebuah lemari kaca di salah satu sudut ruangan rapat di kantornya. ”Ini adalah lemari sejarah perjalanan Bamboomedia,” katanya sambil tersenyum.
Di dalam lemari itu tersimpan beberapa disket, telepon rumah, brosur-brosur, CD, kabel internet, beberapa buku, serta sebuah hair dryer. Barang-barang tersebut yang mengawalnya menjadi dikenal di dunia teknologi informasi. Ia sendiri pun tak menyangka bisa sebesar sekarang dan banyak pebisnis dan puluhan mahasiswa teknik informatika dengan beberapa bus dari luar Bali mengunjunginya karena penasaran dengan siapa di balik Bamboomedia.
Bamboomedia Cipta Persada dikenal sebagai penghasil perangkat lunak (software) aplikasi komputer untuk perkantoran, pelajar, karyawan, perusahaan besar ataupun kecil, sampai ke anak-anak. Intinya, perusahaan ini hanya mementingkan pendidikan dan bagaimana aplikasi ini bisa menyebar secara benar, baik, mudah, dan murah tanpa batas.
Bayangkan, Putu Sudiarta hanya menjual CD aplikasinya itu mulai harga Rp 25.000 per keping dan kurang dari Rp 50.000 per keping. Tidak berhenti di situ, aplikasinya juga boleh diakses oleh siapa pun dari CD, hanya dengan mendaftar atau membayar sejumlah uang sesuai harga CD tanpa harus datang ke kantornya.
”Kami ingin siapa pun bisa mudah untuk belajar meski jaraknya jauh dari sini. Buktinya, kami memiliki pelanggan di daerah Papua yang hanya dengan mengirimkan pesan singkat untuk mendapatkan nomor registrasi dan transfer uang. Satu CD bisa dipakai berulang kali,” jelasnya.
Sebelum memutuskan pulang ke pulau kelahirannya, Bali, Putu Sudiarta menyelesaikan S-1 di Jurusan Informatika Stikom Surabaya, Jawa Timur, dan pernah bekerja di kota itu. Ia yang lahir dan besar dari keluarga cukup mampu ini mulai merasa iba ketika suatu saat menemui lingkungannya yang serba kekurangan, termasuk sulitnya siswa mengakses teknologi.
Dari pengalaman itu, Putu Sudiarta bertekad mencari cara bagaimana ilmu yang selama ini dia geluti juga bisa dinikmati oleh mereka yang minim bangku pendidikan.
Menurut dia, dunia akan terus berkembang. Namun, apa artinya jika ada bagian dari negara ini masih serba kekurangan hanya karena tak memiliki kemampuan menjangkau dan dijangkau dari perkotaan.
Ia pun bertekad pulang ke Bali. Selanjutnya bersama seorang adik dan seorang temannya, Putu Sudiarta menggalang kekuatan menembus pasar dengan menjual beberapa aplikasi yang sudah disusun secara mudah untuk dicerna dan diikuti tanpa merasa digurui.
Bermodalkan persis sama seperti di ”lemari sejarah”-nya, Putu Sudiarta yang gemar masakan Padang ini terus menggali potensi. Sejak tahun 2002 hingga sekarang, ia sudah menyabet beberapa penghargaan edukasi untuk produk-produknya.
Koleksi produknya pun sudah sekitar 108 produk. Omzetnya pun bisa jutaan rupiah dan pernah mencatat sampai Rp 1,6 miliar. Tapi menurut dia, lagi-lagi ini merupakan bagian dari perjalanan. Baginya, kegigihan menjadi salah satu motivasinya agar air itu pun terus mengalir.
Saat awal membangun Bamboomedia dia hanya berbekal laptop pinjaman untuk menembus pasar melalui Gramedia pada tahun 2003. ”Wah, kala itu bergaya sekali memamerkan aplikasi produk kami kepada pihak Gramedia di salah satu tokonya di Denpasar ini. Padahal, laptopnya pinjaman. Siapa yang tahu, kan?” ujarnya sambil sedikit berkelakar.
Menembus Microsoft
Mimpinya menembus pasar melalui Gramedia pun terkabul. Lalu bagaimana dia bisa pula menggaet Microsoft, perusahaan teknologi informasi besar itu?
Menurut Putu Sudiarta, itu lagi-lagi merupakan sebuah keberuntungan yang tak terkira. Dengan ilmu coba-coba, ia menelepon kantor Microsoft. Singkatnya, setelah diminta menghubungi ini dan itu, dia berangkat ke Jakarta dan lagi-lagi harus memperagakan produknya.
Ia berhasil. Microsoft bersedia menggaetnya sebagai salah satu vendor bisnis. Uniknya, banyak perusahaan bisnis besar yang telah ditembusnya selalu tak percaya dengan keberadaan kantor Bamboomedia yang hanya sebuah rumah sebelum menempati kantor besarnya di kawasan mewah Renon, Denpasar, sekarang ini.
Distribusinya pun terus berkembang hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. Termasuk sedikitnya 30.000 perusahaan kecil dan menengah yang sudah menggunakan produknya. Ini juga berawal dari kepedulian dan keprihatinannya terhadap pembajakan.
Bayangkan, jelasnya, para perusahaan kecil dan menengah ini bisa menjadi sasaran empuk dari mereka yang tidak punya hati dengan pembajakan atau permainan harga.
”Kasihan kan, perusahaan kecil dan menengah ini tak bisa maju hanya karena alasan membeli aplikasi untuk usahanya saja mahal sekali. Bisa sampai jutaan rupiah. Kami tidak menginginkan itu. Kami melayani dan memberikan aplikasi yang mudah dan murah agar bisa maju bersama. Bisa menghemat karena cuma dengan puluhan atau kurang dari satu juta rupiah, usaha tetap berjalan dengan aplikasi modern,” katanya. (AYU SULISTYOWATI)
Sumber : Kompas